Sabtu, 02 September 2017

Hukum Imunisasi Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz


Pertanyaan:
ما هو الحكم في التداوي قبل وقوع الداء كالتطعيم؟
Apa hukum berobat sebelum tertimpa penyakit, seperti imunisasi..?
Jawaban:
لا بأس بالتداوي إذا خشي وقوع الداء لوجود وباء أو أسباب أخرى يخشى من وقوع الداء بسببها فلا بأس بتعاطي الدواء لدفع البلاء الذي يخشى منه؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح: من تصبح بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر ولا سم، وهذا من باب دفع البلاء قبل وقوعه فهكذا إذا خشي من مرض وطعم ضد الوباء الواقع في البلد أو في أي مكان لا بأس بذلك من باب الدفاع كما يعالج المرض النازل يعالج بالدواء المرض الذي يخشى منه؛ لكن لا يجوز تعليق التمائم والحجب ضد المرض أو الجن أو العين لنهي النبي صلى الله عليه وسلم عن ذلك. وقد أوضح عليه الصلاة والسلام أن ذلك من الشرك الأصغر فالواجب الحذر من ذلك.
Diperbolehkan berobat (semacam imunisasi tersebut, pen.) ketika dikhawatirkan tertimpa suatu penyakit, baik karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya sehingga dikhawatirkan terjangkit penyakit tersebut. Oleh karena itu, tidak mengapa (boleh) berobat untuk mencegah terjadinya bahaya (penyakit) yang dikhawatirkan akan terjadi.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang shahih,
من تصبح بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر ولا سم
“Barangsiapa di pagi hari memakan tujuh butir kurma dari Madinah, maka dia tidak akan terkena sihir dan racun pada hari itu.”
Hadits ini berkaitan dengan mencegah marabahaya sebelum terjadi. Jika dikhawatirkan terkena suatu penyakit kemudian melakukan imunisasi untuk menangkal wabah yang terjadi di suatu negeri atau di tempat manapun, maka hal itu diperbolehkan dalam rangka pencegahan. Hal ini sebagaimana penyakit yang sudah menimpa (sudah terjadi) diobati dengan obat dari penyakit yang dikhawatirkan tersebut.
Akan tetapi, tidak boleh menggantungkan jimat (tamimah) sebagai penangkal penyakit, jin, atau penyakit ‘ain karena terdapat larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa hal itu termasuk syirik ashghar (syirik kecil) sehingga harus (wajib) dijauhi.
***
Selesai diterjemahkan di pagi hari, Rotterdam NL 1 Dzulhijjah 1438/24 Agustus 2017
Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
Referensi:
Diterjemahkan dari: https://binbaz.org.sa/fatawa/236

Apa Beda Orang Ber-Islam dan Orang Ber-Iman..?



*Menurut Prof Dr Hamka:*

*" Jika ingin melihat Orang Islam...*
_Datanglah ke Masjid pada Idul Fitri dan Idul Adha.

*TETAPI*

*Jika ingin melihat Orang yang Beriman. Datanglah ke Masjid waktu Subuh.

*Itulah beda antara Orang Islam dengan Orang Beriman. "*

*SESUNGGUHNYA, SUBUH ITU HAKIKAT DIRI* 

1. Jika Subuhnya sentiasa dipelihara.*
Tanda akan Selamat dari Neraka.

2. Jika Subuhnya tiada dia tinggal.*
Allah melindunginya dari segala aral.

3. Jika Subuhnya didahului dengan Sunat.* Pasti Seluruh dunia beserta isinya,dia dapat.

4. Jika Subuhnya bergelap-gelap menuju Musholla.* Di kegelapan Akhirat dapatkan Cahaya.

5. Jika Subuh hingga awal Dhuha (IsyroQ) berwirid pula.* Mendapat Pahala Umrah dan Haji Sempurna.

*TETAPI...*

> Jika Subuhnya tiada dijaga.* Pada wajahnya tiada cahaya.

> Jika Subuhnya sengaja terlupa.* Tanda Imannya tiada bernyawa.

> Jika Subuhnya terasa berat.* Tanda munafiQ sudah mendekat.

> Jika Subuh tiada peduli.* Tanda Iman menghampiri mati.

> Jika Subuhnya tiada berjama’ah.* Tanda hidupnya akan hilang barokah.

> Jika Subuhnya tiada ke Masjid.* Tanda Imannya ada penyakit.

> Jika Subuhnya selalu terlewat.* Tanda Imannya semakin cacat.

> Jika Subuhnya diakhir waktu.* Tanda iman semakin kelabu.

> Jika Subuhnya hari udah siang.* Tanda rezekinya udah hilang.

> Jika di subuh masih mendengkur.* Tanda syaitan memeluknya dalam tidur.

*والله اعلم*